Kabupaten Sukabumi sebagai sentra kelapa di Jawa Barat tengah menunjukkan geliat baru untuk mengembangkan komoditas unggulannya. Budidaya kelapa yang telah berlangsung secara turun-temurun kini mulai diarahkan pada peningkatan nilai ekonomi secara berkelanjutan melalui pendekatan budidaya yang lebih terencana yang didukung berbagai program pemerintah.
Dua jenis kelapa yang dibudidayakan di Kabupaten Sukabumi adalah kelapa dalam dan kelapa genjah. Jenis kelapa dalam dimanfaatkan baik untuk diambil buahnya maupun niranya, dengan sebaran geografis yang khas, yaitu lebih banyak di wilayah utara, sedangkan penghasil nira di wilayah selatan. Demikian pula dengan jenis kelapa genjah yang dominan dibudidayakan di wilayah Selatan.
Upaya peremajaan kebun kelapa telah dilakukan sejak lebih dari satu dekade lalu. Pemerintah daerah secara bertahap memberikan bantuan benih kelapa dalam dan alat pertanian untuk mendukung penangkaran. Sejak 2009 hingga 2018, puluhan ribu benih kelapa telah disalurkan kepada petani. Sebagai respons atas tingginya permintaan benih kelapa dan potensi lahan yang masing tinggi, pemerintah Kabupaten Sukabumi telah menetapkan target peremajaan kelapa dalam seluas 100 ribu hektare. Program ini menjadi bagian dari target besar Pembangunan pertanian di Kabupaten Sukabumi.
Menariknya, proses peremajaan dilakukan dengan strategi bertahap agar produksi tidak berhenti. Benih kelapa muda ditanam terlebih dahulu dan setelah berbuah diusia 6 tahun barulah pohon tua ditebang. Jenis yang digunakan umumnya varietas Sawarna dari Banten yang dikombinasikan dengan varietas lokal Sukabumi agar lebih sesuai dengan kondisi alam setempat. Potensi inilah yang diidentifikasi tim anjak PSEKP yang sedang melakukan analisis peningkatan produksi kelapa dalam mendukung hilirisasi hasil pertanian dan nilai dan saat ini menjadi salah satu program strategis Kementerian Pertanian.
Produktivitas kelapa dalam di daerah ini terbilang cukup stabil. Dalam kondisi normal, satu pohon kelapa dalam dapat menghasilkan sekitar 11 butir per bulan. Kelapa muda menjadi komoditas yang cukup menguntungkan karena panennya bisa dilakukan lebih sering dibandingkan kelapa tua. Namun sistem pemasaran masih sangat bergantung pada tengkulak yang membeli langsung dari petani. Tengkulak juga menjadi pihak yang menyediakan tenaga panjat dan angkut, dengan upah masing-masing Rp750 dan Rp150 per butir. Harga kelapa saat ini menunjukkan tren peningkatan, mencapai Rp5.000 per butir di pohon dan bisa mencapai Rp15.000 per butir di pasar.
Pengembangan hilirisasi kelapa di kabupaten Sukabumi berpotensi besar untuk dilakukan dengan dukungan dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, pelaku usaha, dan masyarakat. Hilirisasi ini diharapkan meningkatkan nilai tambah produk yang diterima petani sehingga komoditas ini mampu memberikan manfaat yang lebih luas secara ekonomi dan sosial. Dengan pengelolaan yang baik dan berkelanjutan, kelapa dalam menjadi sumber penghidupan yang andal bagi petani sekaligus memberikan kontribusi penting dalam pembangunan ekonomi daerah.
Sebagai bagian dari upaya memperkuat nilai tambah dan hilirisasi komoditas kelapa, Tim Analisis Kebijakan dari Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian (PSEKP), Kementerian Pertanian, melakukan kegiatan lapangan di Sukabumi. Kegiatan ini merupakan bagian dari kajian “Strategi Peningkatan Produksi dan Kualitas Hasil Pertanian Mendukung Hilirisasi dan Nilai Tambah”. Melalui pendekatan partisipatif dan pengumpulan data langsung dari lapangan, tim berupaya menggali potensi, tantangan, serta merumuskan rekomendasi kebijakan strategis untuk mendukung pengembangan kelapa yang akan diprioritaskan sebagai komoditas unggulan dalam hilirisasi sektor pertanian. (SSI)