Hari Pangan Sedunia (HPS) bermula dari konferensi FAO ke 20 pada bulan November 1976 di Roma yang dicetuskannya resolusi No. 179 mengenai World Food Day. Resolusi disepakati oleh 147 negara anggota FAO, termasuk Indonesia dan menetapkan bahwa mulai tahun 1981 segenap negara anggota FAO setiap tanggal 16 Oktober memperingati Hari Pangan Sedunia (HPS).
Tujuan HPS adalah untuk meningkatkan kesadaran dan perhatian masyarakat internasional akan pentingnya penanganan masalah pangan baik ditingkat global, regional maupun nasional. Penyelenggaraan peringatan Hari Pangan Sedunia (HPS) merupakan konsekuensi keikutsertaan Indonesia sebagai anggota FAO. Acara diselenggarakan lintas departemen dan sebagai vocal point FAO di Indonesia.
dilansir dari laman Food and Agriculture Organization (FAO-UN) Tema yang diusung tahun 2024 adalah “Right to foods for a better life and a better future”. alasan mengapa tema yang diangkat FAO adalah tentang makanan karena pengertian Makanan” berarti keanekaragaman, nutrisi, keterjangkauan, aksesibilitas, dan keamanan. Keragaman makanan bergizi yang lebih besar harus tersedia di ladang, jaring ikan, pasar, dan di meja makan kita, demi kepentingan semua orang.
dikutip dari laman FAO, lebih dari 2,8 miliar orang di dunia tidak mampu membeli makanan sehat. Pola makan yang tidak sehat merupakan penyebab utama segala bentuk kekurangan gizi, kekurangan zat gizi mikro, dan obesitas yang kini terjadi di sebagian besar negara memengaruhi semua golongan sosial ekonomi. Namun, terlalu banyak orang yang menderita kelaparan dan tidak mampu membeli makanan sehat. Orang-orang yang lebih rentan terpaksa bergantung pada makanan pokok atau makanan yang lebih murah yang mungkin tidak sehat, sementara yang lain menderita karena tidak tersedianya makanan segar atau bervariasi, tidak memiliki informasi yang mereka butuhkan untuk memilih pola makan yang sehat, atau sekadar memilih makanan yang praktis.
Hal ini juga semakin diperparah oleh krisis yang berlarut-larut atau berkepanjangan yang didorong oleh kombinasi konflik, peristiwa cuaca ekstrem, dan guncangan ekonomi. Sistem agrifood, secara keseluruhan, rentan terhadap bencana dan krisis, terutama dampak perubahan iklim, tetapi di saat yang sama, sistem tersebut menghasilkan polusi, merusak tanah, air, dan udara, serta berkontribusi terhadap emisi gas rumah kaca dan hilangnya keanekaragaman hayati. Dengan mengubah sistem agrifood, terdapat potensi besar untuk mengurangi perubahan iklim dan mendukung penghidupan yang damai, tangguh, dan inklusif bagi semua orang.