Banda Aceh – Sejumlah pemangku kepentingan terkait industri kelapa sawit di Provinsi Aceh berkumpul dalam sebuah Focus Group Discussion (FGD) yang bertujuan untuk mengakselerasi Program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) demi peningkatan efisiensi. Acara yang digelar pada Jumat (7 Juni 2024) di Aula 1 Kantor Dinas Pertanian dan Perkebunan Provinsi Aceh ini dihadiri oleh berbagai pihak, seperti Dinas Pertanian dan Perkebunan Provinsi Aceh, Kantor Wilayah BPN Aceh, Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Provinsi Aceh, Badan Pengelolaan Kawasan Hutan (BPKH) Aceh, Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Cabang Aceh, Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (APKASINDO), APKASINDO Perjuangan Aceh, Sucofindo Provinsi Aceh, PTPN 1 Provinsi Aceh, Produsen Benih Sriwijaya, dan Perguruan Tinggi.
Dalam sambutannya di acara FGD, Dr. Adi Setiyanto, selaku Ketua Tim, menyampaikan bahwa pada tahun 2021 mereka telah mengajukan proposal untuk mengkaji sejauh mana perkembangan Program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) dalam mencapai target yang ditetapkan oleh Presiden RI saat itu. Setelah berdiskusi dengan Direktorat Jenderal Perkebunan-Kementan dan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS), disarankan agar percepatan Program PSR juga dimasukkan dalam kajian tersebut. Selain menggelar FGD ini, tim juga berdiskusi dengan peserta PSR yang telah menerima dana sejak 4 tahun lalu untuk membandingkan hasil mereka dengan yang melakukan peremajaan sawit secara mandiri.
Dalam paparan awal, Ir. Azanuddin Kurnia, S.P., M.P., selaku Sekretaris Dinas Pertanian dan Perkebunan Provinsi Aceh, menyampaikan beberapa poin penting mengenai perkembangan PSR di Aceh. Dia menyoroti bahwa program PSR telah memberikan hasil positif, namun masih banyak tantangan yang perlu diatasi, seperti peningkatan daya saing melalui sertifikasi ISPO dan koordinasi antara Sarana dan Prasarana (Sapras) dengan PSR.
Selanjutnya, Dr. Sumedi, S.P., M.Si., menyampaikan evaluasi terhadap perkembangan PSR dari tahun 2017 hingga 2023. Meskipun terjadi peningkatan realisasi PSR, masih ada beberapa tantangan yang dihadapi, seperti masalah legalitas lahan, rendahnya produktivitas, dan kevakuman kelembagaan pekebun.
Dalam paparan lainnya, Bambang Arianto, S.Hut., M.Si., dari Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Aceh, membahas masalah terkait status lahan dan konservasi perairan di Aceh, sementara Alfiansyah, S.SIT, M.M. dari Kanwil BPN Aceh, menyoroti pentingnya pemetaan digital untuk mendukung pengelolaan perkebunan sawit.
Fadhli Ali, S.E., M.Si., dari APKASINDO, memberikan perspektif dari para petani, menyoroti masalah-masalah terkait pengelolaan lahan, distribusi benih, dan disparitas harga sawit antara pamflet dan petani.
Berbagai paparan dan diskusi tersebut memunculkan kesimpulan dan rekomendasi dari berbagai pemangku kepentingan, termasuk perlunya peningkatan koordinasi antarinstansi, peningkatan pemahaman petani terkait program PSR, dan peningkatan kemitraan antara pemerintah, perusahaan, dan petani.
Dalam closing statement, Dr. Sumedi, Dr. Adi Setiyanto, dan Sekretaris Dinas Pertanian dan Perkebunan Provinsi Aceh menegaskan pentingnya peningkatan kemitraan, pengembangan Surat Tanda Daftar Budidaya (STDB), dan sertifikasi lahan untuk meningkatkan keberhasilan PSR di Aceh. Selain itu, penyelesaian terhadap masalah lahan sawit rakyat juga menjadi fokus utama yang perlu diperhatikan. Semua pemangku kepentingan sepakat bahwa kerja sama dan komitmen bersama diperlukan untuk menghadapi tantangan dan meningkatkan efisiensi program peremajaan sawit rakyat di Provinsi Aceh. (SSI)